Oleh
: Bpk. Agus Sudibyo (Dewan Pers)
Apa Itu Jurnalisme Warga ?
Jurnalisme
Warga adalah kegiatan partisipasi aktif yang dilakukan oleh masyarakat
dalam kegiatan pengumpulan, pelaporan, analisis serta penyampaian informasi
dan berita.
Tipe jurnalisme
seperti ini akan menjadi paradigma dan tren baru tentang bagaimana pembaca atau
pemirsa membentuk informasi dan berita di masa mendatang.
Jurnalisme
warga didasari oleh gagasan bahwa masyarakat yang tidak mengalami pelatihan
maupun pendidikan jurnalisme profesional, namun dapat memanfaatkan peralatan
teknologi modern dan internet global untuk berkreasi, melengkapi maupun
memeriksa fakta-fakta yang diberitakan dalam media. Hal itu bisa dilakukan
sendiri maupun berkolaborasi dengan yang lain.
Contoh,
kita menulis tentang pertemuan di kantor walikota dalam blog kita atau forum
online. Atau bisa juga kita memeriksa fakta sebuah artikel yang dimuat media
mainstream dan menunjukkan kekeliruan atau bias-biasnya dalam blog kita.
Atau, bisa
juga kita memotret—dengan kamera digital—peristiwa-peristiwa penting yang kita
temui dan mengirimkannya secara online ke situs-situs penyedia ruang
penyimpanan foto, seperti Picasa, Flickr dan lain-lain. Atau,
kita membuat video peristiwa khusus dan mengirimkannya ke sebuah web penyedia
ruang penyimpananan film seperti YouTube, Google Video dan
sebagainya.
Dalam
artikel Review Jurnalisme Online tahun 2003,
J. D.
Lasica mengklasifikasi media jurnalisme warga ke dalam beberapa tipe. Pertama,
partisipsi pemirsa, seperti komentar dalam berita online, blog pribadi, foto
atau video. Kedua, berita dan informasi situs-situs independen. Ketiga, situs
berita dengan partisipasi penuh, seperti OhmyNews. Keempat, kolaborasi
situs-situs media, seperti Slashdot, Kuroshin. Kelima, jenis “thin media”,
seperti milis dan newsletter.
Intinya,
jurnalisme warga/publik atau jurnalisme partisipatif adalah partisipasi aktif
warga negara dalam mengoleksi, melaporkan, menganalisis dan menyebarluaskan
berita dan informasi. Jurnalisme warga adalah bentuk khusus dari media warga
yang informasinya berasal dari warga itu sendiri.
Media
Jurnalisme Warga :
- Media
Audio - Visual : Radio, TV, Forum pembaca di koran / majalah
- Online
Media : Forum internet, blog, twitter, dll
Isi Media
sebagai ruang publik :
- Berita
(dalam berbagai format)
-
Wawancara
- Talkshow
Parameter
: nilai berita dan kode etik
Non Berita
(ruang privat) :
- opini
- surat
pembaca
- tajuk
rencana
- iklan
Parameter
: kepantasan ruang publik, proporsionalitas, dan kode etik
Nilai
Berita mencakup aktualitas, keberimbangan, relevansi publik, prominensi,
magnitude, proksimitas, kompetensi sumber dan konflik.
Kode Etik
Jurnalistik :
- tidak
berprasangka
-
mengandung konfirmasi
- tidak
sarkastis / sadistis / pornografis / SARA
-
menggunakan tata bahasa yang benar
- dan
berdasarkan fakta
Prinsip
dasar citizen journalism adalah :
- Pewarta (reporternya) adalah pembaca, khalayak ramai, siapapun yang mempunyai informasi atas sesuatu,
- Siapa pun dapat memberikan komentar, koreksi, klarifikasi atas berita yang diterbitkan,
- Biasanya non-profit oriented,
- Masih didominasi oleh media-media online,
- Memiliki komunitas-komunitas yang sering melakukan gathering,
- Walaupun ada kritik, tidak ada persaingan antarpenulis (reporter),
- Tidak membedakan pewarta profesional atau amatir,
- Tidak ada seleksi ketat terhadap berita-beritanya,
- Ada yang dikelola secara profesional ada pula yang dikelola secara amatir,
- pembaca dapat langsung berinteraksi dengan penulisnya melalui kotak komentar atau e-mail.
Kelemahan Citizen Journalism
Masalah yang dihadapi dari munculnya citizen journalism adalah citizen
journalist hanya eksis di beberapa blog saja. Kenyataannya bisa dilihat
dari empat kategori citizen journalism:
1) citizen journalist adalah orang yang memiliki kamera digital
atau kamera ponsel dan menyunting karya mereka, seperti peristiwa utama
(tsunami, bom di London) atau kecelakaan mobil, ke organisasi berita;
2) citizen journalist adalah orang yang ingin menemukan komunitas
lokal atau cybercommunity dan memproduksi tulisan tentang komunitasnya;
3) citizen journalist adalah orang yang mengkritisi dan
mengampanyekan sebab-sebab politik;
4) citizen journalism adalah orang yang berpartisipasi ke dalam
sebuah “percakapan” dengan para jurnalis profesional dan para pemilik blog.
Tidak ada yang meragukan bahwa sesuatu yang baru telah muncul dan kantor
berita tradisional harus setuju dengan citizen journalist. Akan tetapi,
esensi citizen journalismtelah menggantikan jurnalisme tradisional yang
dianggap mati.
Para citizen journalist adalah bagian dari keluarga. Dan
perbedaannya terletak pada sebutan yang diberikan kepada mereka, yaitu
“intelegensi kolektif”. Bagi seorang jurnalis, kantor berita adalah ekspresi
intelegensi kolektif dengan hubungan horizontal antara kolega, tetapi juga memiliki
hubungan vertikal dengan editor.
Ada juga yang mempertanyakan bagaimana mempertanggungjawabkan kebenaran
informasi yang ditulis oleh orang biasa? Bagaimana jurnalisme publik bisa
dipercaya? Bagaimana mengelola kredibilitas? Terkadang kita tidak bisa memastikan
kebenaran informasi yang berasal dari citizen journalist. Kita tidak
bisa percaya begitu saja kepada karya mereka. Ada fungsi jurnalisme yang hilang
dan konsep citizen journalis, yaitu verifikasi. Siapa saja bisa
mengirmkan karya jurnalistiknya tanpa melalui proses verifikasi.
Kelebihan Citizen Journalism
Siapa yang diuntungkan? Banyak orang yang merasa tidak bisa menggunakan
blog, karena mereka merasa tidak akrab dengan Informasi Teknologi (IT).
Padahal, isi dari blog tidak adanya hubungannya dnegan IT. Setiap orang dapat
menulis apapun. Inilah hal yang penting bagi masyarakat, bahwa mereka disajikan
beragam piliham untuk dipiih. Di sini juga lah letak keindahan citizen
journalism, semuanya dikembalikan pada masyarakat.
Perkembangan teknologi informasi juga mengubah hakekat media. Dengan
internet, kini berkembang situs-situs lembaga maupun pribadi. Selain itu,
berkembang juga weblog ataublog, di mana setiap orang bisa
melaporkan peristiwa di sekelilingnya, atau paling tidak, melaporkan gagasannya
kepada publik. Dengan demikian, kalau dulu media didirikan oleh lembaga, atau
individu yang mempunyai uang dan kekuasaan (power), kini setiap individu
bisa membuat media. Karena itu, di zaman internet ini, setiap individu juga
adalah media.
Kalau ditanya siapa secara politis siapa yang dapat keuntungan dari blog,
maka keuntungan ini bisa kita kategorikan menjadi 3 hal: finansial, sikap
politis, dan keuntungan dari sisi negatif. Untuk keuntungan finansial mungkin
agak sulit karena blog pada dasarnya tidak ada aspek komersil, akan tetapi
keuntungan itu dalam bentuk lain yaitu publisitas. Kalau keuntungan dari sisi
negatif, maksudnya adalah orang-orang yang ingin mengacau, bisa saja melakukan
hal tersbut.
Kadang-kadang ada orang yang menulis di blognya dan mengutip blog orang
lain tanpa menyebut sumber kutipannya. Bagaimana seharusnya sikap terhadap hal
seperti ini? Kita bebas mengutip blog orang lain, dan orang lain bebas mengutip
blog kita. Apabila tidak disebut, tidak masalah juga. Kalau nama kita disebut,
ya itu keuntungan buat kita.
Jurnalisme Warga Dilihat dari Berbagai Segi
Apakah yang dimaksud citizen journalism?
Tidak ada jawaban yang mudah untuk menjawab pertanyaan tersebut dan setiap
orang yang ditanya memiliki jawaban yang beragam. Beberapa orang menyebut itu
jurnalisme jaringan, jurnalisme sumber terbuka, dan media publik. Komunikasi
telah berubah dengan hebat sejak kemunculan internet. Internet memungkinkan
masyarakat atau publik untuk menyumbangkan karya jurnalistik, tanpa pelatihan
profesional.
Istilah citizen journalism atau yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai jurnalisme warga sendiri belum
menemui titik kesepakatan. Septiawan Santana, salah seorang akademisi ilmu
komunikasi Universitas Islam Bandung (Unisba), berpendapat bahwa jurnalime
warga memiliki berbagai sebutan, di antaranya public journalism,
participatory journalism, dan open source journalism. Dida
Dirgahayu, dalam esainya yang berjudul “Citizen Journalism Sebagai Ruang
Publik (Studi Literatur untuk Menempatkan Citizen Journalism Berdasarkan
Teori Jurnalistik dan Mainstream Media)”, mempertanyakan apakah citizen
journalism merupakan jurnalistik dan media massa baru atau sekadar ruang
publik.
Citizen journalism adalah
kegiatan masyarakat yang “bermain dengan aktif dalam proses mengumpulkan,
melaporkan, menganalisis, dan menyebarkan informasi dan berita”. Intensitas
dari partisipasi ini adalah untuk menyediakan informasi yang independen,
akurat, relevan yang mewujudkan demokrasi. Citizen journalism tidak
perlu bingung dengan istilah civic journalism, yang hanya dipraktikkan
oleh jurnalis profesional. Citizen journalism adalah bentuk spesifik
dari media massa.
Citizen journalism adalah
keterlibatan warga dalam memberitakan sesuatu (dalam pengertian setiap orang
adalah wartawan dan kerja wartawan bisa dilakukan oleh setiap orang). Citizen
journalism memberi pengertian bahwa, setiap pengalaman yang ditemui
sehari-hari di lingkungannya, atau melakukan interpretasi terhadap suatu
peristiwa tertentu. Semua individu bebas melakukan hal itu, dengan perspektif
masing-masing.
Citizen journalism tidak
bertujuan menciptakan keseragaman opini publik namun lebih menitikberatkan pada
“inilah yang terjadi di lingkungan kita”. Pemberitaan citizen journalism lebih
mendalam dengan proses penayangan berita di televisi, dengan menggunakan visual
dari masyarakat. Citizen journalism dinilai sebagai bentuk partisipasi
aktif masyarakat untuk menyuarakan pendapat secara lebih leluasa, tersruktur,
serta dapat diakses secara umum dan sekaligus menjadi rujukan alternatif.
Clyde H. Bentley, guru besar madya pada Sekolah
Tinggi Jurnalistik Missouri AS, menilai bahwa sebagian besar masyarakat tidak
ingin menjadi jurnalis, tapi mereka ingin berkontribusi secara nyata dengan
menuliskan pikiran atau pendapat mereka tentang suatu hal.
Kehadiran weblog atau blog, menjadikan
kegiatan publikasi yang dulunya hanya didominasi oleh media massa, kini dapat
dilakukan siapapun yang memiliki akses internet. Ketika seseorang memutuskan
menjadi citizen journalist, ia harus memiliki keinginan untuk berbagi (to
share) dengan segenap semangat dan gairah yang ada pada dirinya. Fenomena weblog
pribadi sebenarnya telah mencerminkan passion to share dengan baik.
Orang-orang membuat blog karena ingin berbagi cerita, menyuarakan opini,
mendokumentasi peristiwa yang disaksikan atau diketahui.
Istilah citizen journalism merujuk pada
pengertian di mana masyarakat biasa bisa berkontribusi untuk menghasilkan
produk jurnalisme (terutama informasi) yang dibutuhkan orang lain. Tak perlu
seseorang harus lulus dari jurusan jurnalistik, atau komunikasi massa, untuk
bisa menulis.
Citizen Journalism adalah
istilah yang menggambarkan betapa kegiatan pemberitaan beralih ke tangan orang
biasa. Dunia pemberitaan baru memungkinkan pertukaran pandangan yang lebih
spontan dan lebih luas dari media konsvensional. (perspektifonline.com)
Pergerakan citizen journalism dimulai setelah
jurnalis mulai mempertanyakan prediksi pekerjaan mereka. Para jurnalis menjadi
bagian masyarakat atau publik, pergerakan jurnalisme melawan penyelewengan
politik.
Walau wartawan atau pers menganggap diri mereka
sebagai media komunikasi publik, bahkan disebut sebagai pilar keempat dari
demokrasi namun dalam praktiknya, media massa terjebak pada kungkungan institusionalisasi
suatu lembaga. Maksudnya, mereka telah menjelma menjadi institusi yang mandiri
dari publik yang melahirkannya. Jika di masa lalu media massa menjadi milik
para wartawannya, kini bahkan media massa menjadi milik para pemodal. Jika
pemodal memiliki kepentingan dengan kekuasaan, maka pers tak lagi menjadi
kekuatan masyarakat dan gagal menjadi pilar keempat demokrasi. Pers tidak lagi
menjadi pembela masyarakat, justru menjadi kekuatan yang bisa membahayakan
masyarakat.
Citizen Journalism jika
diartikan menurut bahasanya berarti jurnalisme warga, aksi dari warga
kota/negara yang memainkan peran aktif dalam proses pengumpulan, pelaporan,
analisa, serta diseminasi berita dan informasi. Citizen journalism melibatkan
warga dalam memberitakan sesuatu peristiwa dengan begitu setiap orang adalah
wartawan dan kerja wartawan bisa dilakukan oleh setiap orang, baik itu ibu
rumah tangga, pelajar/mahasiswa bahkan para pekerja kantoran. Karena tidak
terikat dengan salah satuprofesi tertentu maka citizen journalism dikategorikan
sebagai jurnalisme publik. Maksud dari partisipasi publik ini untuk
menghadirkan independensi, reliabilitas, akurasi, wide-ranging dan relevansi
informasi yang ada dalam demokratisasi.
Di sini setiap orang dapat menjadi subjek sekaligus
objek dari dari media massa, bukan lagi hanya menjadi subjek seperti dalam
media-media konvensional. Dalam media konvensional biasanya hanya mereka yang
terdaftar sebagai wartawan dalam media tersebut saja yang dapat memberikan
berita, sedangkan masyarakat pada posisi pasif sebagai penonton, pemirsa
ataupun pembaca saja. Masyarakat tidak dilibatkan terlalu jauh untuk dapat
menentukan topik, tema maupun bahasan dalam setiap pemberitaannya. Karena
sejauh ini ternyata media-media utama, mainstream yang ada, tidak bisa
memenuhi kebutuhan dengan alasan space, industri, bisnis serta alasan
lainnya. (Blog Rizky Wahyuni, 11 Desember 2007)
Citizen Journalism adalah
perlawanan. Perlawanan terhadap hegemoni dalam merumuskan dan memaknai
kebenaran. Perlawanan terhadap dominasi informasi oleh elite masyarakat.
Akhirnya, perlawanan terhadap tatanan peradaban yang makin impersonal. Namun,
lebih dari itu, Citizen Journalism adalah penemuan kembali kemanusiaan,
persahabatan, dan kekeluargaan. Setiap orang adalah subjek yang berhak
merumuskan sendiri kebutuhannya. (Republika, 7 November 2007)
Dan Gillmor, penulis buku We the Media:
Grassroots Journalism by the People for he People (2006) yang juga mantan
kolumnis teknologi di San Jose Mercury News, mengatakan, abad ke 21 ini
akan menjadi tantangan berat bagi media massa konvensional atas lahirnya
jurnalisme baru yang sangat berbeda dengan jurnalisme terdahulu. Kelahiran
citizen journalism diperkuat oleh kekecewaan warga akan pemberitaan di
mainstream media yang sarat kepentingan politik dan ekonomi. Agenda setting
yang ditetapkan mainstream media, seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan dan
keinginan warga. maka ketika teknologi internet muncul, warga memiliki
aternatif cara untuk mencapatkan informasi sekaligus bereaksi atas informasi
yang ia terima. Makin banyaknya pengguna internet membuat citizen journalism
berkembang pesat.
Gilmor mengatakan CJ bukanlah konsep sderhana yang
dapat diaplikasikan secara sederhana pada seluruh organisasi pemberitaan. CJ
memiliki konsep yang kompleks dengan beragam variasi. JD Lasica, senior editor Online
Journalism Review mengatakan, ada 6 kategori jurnalisme partisipasi, yaitu:
1. Partisipasi khalayak dalam mainstream media.
Di Indonesia praktik-praktik seperti ini juga telah
banyak dilakkan baik di media cetak (suratkabar maupun majalah), media
elektronik (radio maupun televise) serta media online. partisipasi ini dapat
berbentuk: komentar khalayak (media online biasanya menyediakan ruang untuk
berkomentar berdampingan dengan beritanya, radio dan tlevisi biasa menyediakan
acara talkshow untuk memberikan kesempatan khalayak menyampaikan komentar);
forum diskusi pembaca/khalayak; kolom artikel; juga termasuk foto, video,
laporan yang dikirim oleh khalayak; serta bentuk-bentuk kontribusi khalayak lainnya.
2. Berita independen dan situs yang berisi informasi
(weblog individual maupun situs dengan tema khusus, misalnya situs yang
menyediakan berita kota) .
3. Situs dengan partisipasi penuh, di mana hampir
semua beritanya diproduksi olehreporter warga (citizen reporters), seperti
OhmyNews di Korea Selatan atau panyingkul (http://www.panyingkul.com) di Makasar Sulawesi
Selatan.
4. Collaborate and Contributory media sites.
5. Media kecil lainnya, termasuk milis, email
newsletter, dan media digital lainnya.
6. Situs penyiaran personal, yang memublikasikan
penyiaran radio maupun TV.
Sementara Steve Outing, senior editor pada the
Poynter Institute for Media Studies, mengklasifikasikan CJ ke dalam 11
kategori:
1. CJ yang membuka ruang untuk komentar publik, di
mana pembaca atau khalayak bisa bereaksi, memuji, mengkritik, atau menambahkan
jenis ini bisa kita kenal sebagai ruang surat pembaca.
2. Menambahkan pendapat masyarakat sebagai bagian
dari artikel yang ditulis. Warga diminta untuk ikut menuliskan pengalamannya,
pada sebuah topik utama liputan yang dilaporkan jurnalis.
3. Kolaborasi antara jurnalis porfesional dengan
nonjurnalis yan gmemiliki kemampuan dalam materi yang dibahas, sebagai bantuan
dalam mengarahkan atau memeriksa keakuratan artikel. Terkadang professional
nonjurnalis ini dapat juga menjadi contributor tunggal yang menghasilkan
artikel tersebut.
4. Bolghouse warga. Melalui blog, orang bisa berbagi
cerita tentang dunia, dan bisa menceritakan dunia berdasarkan pengalaman dan
sudut pandangnya.
5. Newsroom citizen transparency blogs, merupakan
blog yang disediakan sebuah organisasi media sebagai upaya transparansi, di
mana pembaca bisa memasukkan keluhan, kritik, atau pujian atas pekerjaan media
tersebut.
6. Stand-alone CJ sites, yang melalui proses
editing. Sumbangan laporan dari warga, biasanya tentang hal-hal yang sifatnya
sangat lokal yang dialami langsung oleh warga. Editor berperan untuk menjaga
kualitas laporan, dan mendidik warga (kontributor) tentang topik-topik yang
menarik dan layak untuk dilaporkan.
7. Stand-alone CJ sites, yang tidak melalui proses
editing.
8. Gabungan stand-alone CJ journalism website dan
edisi cetak.
9. Hybrid: Pro+CJ. suatu kerja organisasi media yang
menggabungkan pekerjaan jurnalis professional dengan journalis warga. Situs
OhmyNews, Radio Elshinta, atau Radio Mara FM bandung termasuk ke dalam kategori
ini. dalam OhmyNews, kontribusi berita tidak otomatis diterima sebagai sebuah
berita. Editor berperan dalam menilai dan memilih berita yang akan diangkat ke
halaman utama.
10. Penggabungan antara jurnalis professional dan
jurnalis warga dalam satu atap, di mana website membeli tulisan dari jurnalis
professional dan menerima tulisan jurnalis warga.
11. Model Wiki, di mana pembaca adalah juga edior.
setiap orang bisa menulis artikel dan setiap orang bisa memberi tambahan atau
komentar yang terbit.
Sejarah Jurnalisme Warga
Jurnalisme warga atau citizen journalism mulai
berkembang di seluruh dunia sejak kehadiran internet di seluruh dunia.
Perkembangan terbesar di bidang komunikasi 40 tahun terakhir adalah penemuan
dan pertumbuhan internet. Lahirnya komunikasi interaktif ditandai dengan
terjadinya diversifikasi teknologi informasi dengan bergabungnya telepon,
radio, komputer, dan televisi menjadi satu, dan menandai teknologi yang disebut
dengan internet. Teknologi yang tergolong baru ini membuat sekat antarmanusia
semakin tak terlihat seberapa pun jauhnya jarak yang memisahkan. Dalam dunia
internet semua hal bisa diperoleh hanya dalam one click way.
Sejarah dan perkembangan citizen journalism
di dunia sebenarnya telah berlangsung lama, sekitar dua dekade belakangan.
Nicholas Lemann, profesor di Columbia University Graduate School of Journalism,
New York City, Amerika Serikat, mencatat, kelahiran jurnalisme publik dimulai
melalui gerakan pada Pemilu 1988. Saat itu publik mengalami erosi kepercayaan
terhadap media-media mainstream seputar pemilihan presiden AS.
Ada dua hal setidaknya yang memunculkan corak
citizen journalism seperti sekarang ini. Pertama, komitmen pada suara-suara
publik. Kedua, kemajuan teknologi yang mengubah lansekap modus komunikasi.
Sejarah citizen journalism sendiri bisa dilacak sejak konsep public
journalism dilontarkan oleh beberapa penggagas, seperti Jay Rozen, Pew Research
Center, dan Poynter Institute. Bersama Wichita News, Eagle, Kansas, para
penggagas citizen journalism mencobakan konsep public journalism
dengan membentuk panel diskusi bagi publik guna mengidentifikasi isu-isu yang
dianggap penting bagi publik. (communicare.com, 1 Desember 2007)
Jay Rozen, seorang profesor bidang jurnalistik di
New York University (NYU), adalah salah satu pelopor pertama citizen
journalism atau jurnalisme publik. Sejak tahun 1993 hingga 1997, dia
memimpin Proyek dalam Kehidupan Publik dan Pers, berdasarkan Knight Foundation
di NYU. Dia juga yang menjalankan Press Think weblog.
Bill Gates pernah meramalkan bahwa digitalisasi
dalam bidang komunikasi dan informasi pada tahun 1990 akan mematikan surat
kabar. Kehadiran situs-situs berita di pertengahan tahun 1990-an dikhawatirkan
bisa menjadi ancaman seluruh media massa konvensional, seperti surat kabar,
radio, maupun televisi. Akan tetapi, dalam hal kecepatan menyampaikan
informasi, konon seluruh jenis media massa terancam oleh kehadiran mailing
list atau blog.
Media internet sendiri, sebagai suatu media baru,
pada gilirannya juga telah menghadirkan sekian banyak bentuk jurnalisme yang
sebelumnya tidak kita kenal. Salah satunya adalah kemunculan “jurnalisme
warga”.
Citizen journalism tumbuh
subur di di Amerika Serikat dalam waktu enam tahun terakhir yang antara lain
dipelopori oleh sejumlah wartawan veteran dan sekolah jurnalistik yang ingin
mengeksplorasi partisipasi masyarakat dalam ekosistem media massa. Model
jurnalisme ini memiliki banyak nama di berbagai belahan dunia. Antara lain, netizen,
partisipatory journalism, dan grassroot journalism.
Kemunculan jurnalisme warga di Indonesia bermula
pada masa Orde Baru, saat Soeharto berkuasa, di mana pada saat itu arus
informasi dari media massa kepada masyarakat dijaga ketat oleh pemerintah dan
aparatnya. Masa Orde Baru yang dikenal dengan sistem pers tertutupnya, memaksa
pers untuk lebih mengedepankan agenda kebijakan, khususnya kebijakan eksekutif.
Pers lebih banyak memberitakan kebijakan pemerintah. Dominannya penggunaan
sumber berita eksekutif menjadikan pemberitaan pers menjadi top down.
Citizen journalism sebagai
praktik jurnalisme ala warga, telah lebih dulu hadir dalam media yang lebih tua
seperti radio. Citizen journalism dicirikan dengan partisipasi aktif
masyarakat dalam proses lahirnya berita. akarnya adalah community based media. Citizen
journalism pada radio komunitas adalah journalisme ala warga yang bisa jadi
lebih “terjangkau” bagi kebanyakan orang Indonesia.
Di Indonesia, jurnalisme ala warga telah hadir dalam
keseharian melalui acara-acara talkshow di radio khususnya sejak awal tahun
90-an. Karena dilarang pemerintah menyiarkan program siaran berita, beberapa
stasiun radio mengusung format siaran informasi. Pada program siarannya,
stasiun radio tersebut (diantaranya adalah Radio Mara 106,7 FM di Bandung yang
menjadi pionir siaran seperti ini) menyiarkan acara talkshow yang mengajak
pendengar untuk aktif berpartisipasi melalui telepon untuk menyampaikan
informasi maupun pendapat tentang sebuah topik hangat. Pada masa orde baru
acara siaran tersebut efektif menjadi saluran khalayak menyampaikan keluhan
terhadap kelemahan atau kezaliman penguasa.
Setelah UU Penyiaran No.32 Tahun 2002, kehadiran
community based media di bidang penyiaran pun akhirnya terakomodasi. kehadiran
radio dan televisi komunitas menjadi legal. legalitas ini membuat peluang
jurnalisme ala warga menjadi semakin terbuka. melalui radio atau televise
komunitas, warga bisa bertukar informasi atau pendapat, tentang hal-hal
terdekat dengan keseharian mereka, yang biasanya luput diliput oleh media-media
besar. Pada radio siaran, biaya peralatan, operasional siaran dan pesawat
penerima yang relative murah—bahkan sangat murah bila dibandingkan operasional
tv atau akses ke internet—peluang jurnalisme ala warga menjadi semakin besar
untuk bisa dilakukan oleh lebih banyak orang termasuk di pedesaan.
Sejumlah mailing list menjadi pelarian warga
yang mampu mengakses internet akibat media massa konvensional saat itu tidak
ada yang berani mengkritik rezim. Kehadiran blog ini baru dianggap
sebagai ancaman karena sifat interaktifnya, yang tidak mungkin dilakukan media
massa konvensional.
“Menurut saya, jurnalisme warga sudah mulai muncul
lewat milis. Milis itu merupakan saluran dari jurnalisme warga. Dan itu di
beberapa diskusi mereka, saya sempat beberapa kali melihat milis-milis itu juga
di-upload oleh media massa cetak pun elektronik. Tentu dengan kemasan
lain, namun idenya dari diskusi-diskusi tersebut,” kata Septiawan Santana.
Pakem-Pakem dalam Jurnalisme Warga
Meski citizen journalist memiliki kebebasan
dalam menyampaikan informasi, namun dia membawa ruang hukum komunikasi massa
atau hukum informasi atau hukum pers yang berlaku di Indonesia. Jadi dia
dibebani oleh itu. Menjaga informasi bukan urusan jurnalistik. Pun di media
massa tidak ada kata “menjaga”. Menjaga informasi—mana yang harus disiarkan
atau tidak—sudah bukan ranah jurnalistik Indonesia karena sudah ada
batasan-batasan hukum. Bahkan di Indonesia, hukum pers bukan dibebani oleh
hukum pers semata, tapi hukum-hukum lain. Undang-undang dan KUHP berisi
pasal-pasal yang sebenarnya membebani pers.
Johnny Tarigan, Kepala Biro Antara Bandung
berpendapat, “Proses pendewasaan masyarakat di sana, tinggal bagaimana
masyarakat mengantisipasi dan menerima mencerna mana yang bagus mana yang
tidak bagus karena sama seperti informasi yang beredar sekarang ini ada 100
persen benar, ada 100 persen mempengaruhi, ada juga persentase yang
kadang-kadang kurang baik dicerna masyarakat jadi tergantung kesiapan
masyarakat menerima itu.”
Prinsip dasar citizen journalism adalah :
- Pewarta (reporternya) adalah pembaca, khalayak ramai, siapapun yang mempunyai informasi atas sesuatu,
- Siapa pun dapat memberikan komentar, koreksi, klarifikasi atas berita yang diterbitkan,
- Biasanya non-profit oriented,
- Masih didominasi oleh media-media online,
- Memiliki komunitas-komunitas yang sering melakukan gathering,
- Walaupun ada kritik, tidak ada persaingan antarpenulis (reporter),
- Tidak membedakan pewarta profesional atau amatir,
- Tidak ada seleksi ketat terhadap berita-beritanya,
- Ada yang dikelola secara profesional ada pula yang dikelola secara amatir,
- pembaca dapat langsung berinteraksi dengan penulisnya melalui kotak komentar atau e-mail.
Blogger senior dan praktisi komunikasi Wimar
Witoelar pernah mengungkapkan, blog boleh dibilang bersifat komunal. Di dunia
blog, transparansi dan akuntabilitas menjadi kata kunci. Seorang penulis blog
tidak lagi dianggap yang paling tahu. Pendapat-pendapatnya bisa dikritisi oleh
siapa pun lantaran sifat blog yang transparan. Inilah paradigma baru dari blog.
Melalui blog akan tercipta citizen journalism, di mana setiap orang
bebas berpendapat.
Karena itu, menjadi citizen journalist juga
ada etikanya. Etika citizen journalism kurang lebih sama dengan etika
menulis di media online. Di antaranya sebagai berikut:
- Tidak menyebarkan berita bohong
- Tidak mencemarkan nama baik
- Tidak memicu konflik SARA
- Tidak memuat konten pornografi
Pengalaman dari Negara Lain
Perkembangan teknologi dan informasi seperti
perkembangan internet telah menjadikan model jurnalisme ini berkembang
sedemekian pesat. Hampir setiap orang memiliki website minimal
yang di dalamnya dapat memuat laporan, berita, dan aktivitas maupun pembahasan
akan isu tertentu. Alasannya sangat sederhana kenapa media ini (blogs)
lebih disenangi karena selain gratis, blog dapat dengan mudah mendekatkan
antara berita yang ditampilkan dengan pembacanya, sehingga mempermudah dalam
memberikan tanggapan, koreksi, maupun tambahan informasi melalui kotak komentar
yang biasa terdapat di bawah posting. Memberikan ruang yang lebih kepada
pembaca untuk ambil bagian menjadi citizen journalism pada media
tersebut. (Blog Rizky Wahyuni, 11 Desember 2007)
Blog ataupun
situs lain yang menawarkan informasi berbeda dengan media mainstream,
yang telah memberi kemudahan untuk menawarkan informasi kepada publik. Jika
saja informasi semacam ini bisa bermanfaat untuk pembaca, mungkin inilah yang
namanya citizen journalism. (Matabaca, September 2007)
Kapan citizen journalism bangkit? Banyak
kalangan menilai peristiwa bom yang mengguncang London, Inggris, 7 Juli 2005
lah sebagai tonggaknya. Tragedi yang menewaskan lebih dari 50 orang itu,
menginspirasikan Tim Porter untuk menuangkan unek-unek di situs pribadinya,
First Draft. Ia berselancar di dunia maya sesaat setelah kejadian mencari
informasi lebih lanjut setelah menjemput istrinya yang berada tak jauh dari
lokasi kejadian.
Porter dengan cepat menemukan informasi terkini
tentang ledakan tersebut dari sebuah situs pribadi. Di sisi lain media
konvensional seperti Radio, TV atau situs dot.com bahkan belum menyiarkan
berita tersebut. Apalagi koran, butuh satu hari baru dapat dibaca oleh orang
banyak.
Jeff Jarvis dan Steve Yelvington lah, dua warga yang
berada paling dekat dengan pusat ledakan. Keduanya mengirimkan hasil rekaman
video kepanikan orang di dalam stasiun kereta api bawah tanah ke situs pribadi.
Gambar tersebut hasil shootingan Adam Stacey, seorang penumpang dengan kamera
handphonenya. Beberapa menit kemudian, gambar tersebut telah disiarkan televisi
BBC.
Perkembangan citizen journalism di Indonesia masih
belum lama. Yang mengawali mungkin adalah detik.com, yang menampilkan
berita-berita segar dan tidak terkungkung. Akan tetapi situs seperti detik.com
dibuat oleh satu pihak untuk dibaca banyak orang. Berbeda dengan blog yang
berbeda-beda, yang disiapkan oleh banyak orang untuk dibaca orang banyak pula.
(perspektifonline.com)
Sedangkan citizen journalism yang paling
fenomenal di dunia saat ini adalah situs Oh My News (OMN). Berkantor pusat di
Seoul, Korea Selatan, situs ini pertama terbit 22 Februari 2000 dengan moto
“Setiap Warga adalah Seorang Reporter”. Pemunculan Oh My News juga dilatar
belakangi pemilihan presiden korea selatan. Hingga kini OMN telah memiliki 60
ribu reporter seluruh dunia 80% berasal dari citizen journalism dan
hanya 40 orang berasal dari ”wartawan tradisional”.
Perbandingan dengan Indonesia
Perkembangan juunalisme warga di Indonesia sudah
cukup bagus secara tematik. Semua peristiwa diliput oleh orang biasa, bisa
dijadikan sebuah isu di masyarakat yang cukup menarik. Di luar negeri, ada
seorang wartawan Amerika datang ke liputan Amerika menyerang Irak. Ide tersebut
datang dari jurnalisme warga atau citizen journalism.
“Jurnalisme warga kalau di luar negeri itu sampai
ada seorang pengelola blog menghasilkan tulisan hingga ribuan. Jadi, dia
didanai oleh pembaca blog-nya,” Septiawan.
Namun perkembangan citizen journalism di
Indonesia mungkin belum sampai seperti di luar negeri. Isu-isu atau pemikiran
yang muncul bagus-bagus. Namun blog belum sampai ke tahapan meraih
wacana publik seperti yang dimiliki oleh media massa. Media jurnalisme warga
dan media massa tingkatannya masih jauh.
Di Indonesia, citizen journalism baru
berkembang sejak 2005, namun telah banyak media online di Indonesia menerapkan citizen
journalism di antaranya panyingkul.com, halamansatu.net, wikimu.com,
kabarindonesia, greenpressnetwork, dsb. Bahkan media-media cetak dan elektronik
nasional pun sekarang telah menerapkan sistem citizen journalism, sebut
saja Republika yang telah menerapkan citizen journalism sejak 7 Januari
2007 atau radio Elshinta yang sejak tahun 2000 telah menerapkan citizen
journalism dan memiliki kurang lebih 100.000 citizen reporter. Bahkan saat
browsing tentang citizen journalism penulis menemukan salah satu blogs
yang menerapkan citizen journalism di kota Pontianak.
Tantangan di Indonesia
Saat ini, pers berada dalam situasi di mana
pengertian wartawan dan media massa mengalami pergeseran penting sebagai akibat
dari berkembangnya dual hal, yakni perkembangan jurnalistik dan perkembangan
media. Dunia jurnalistik kini telah mengalami perubahan.
Setiap warga, kini, bisa melaporkan peristiwa kepada
media. Tren munculnya jurnalisme warga semacam ini tampaknya semakin
kuat. Kehadiran jurnalisme warga ini juga telah menjadi tantangan bagi jenis
jurnalisme mapan, yang diterapkan media-media konvensional, seperti suratkabar,
radio, dan televisi.
Jumlah informasi yang ditawarkan citizen
journalism akan lebih banyak dan beragam sementara mainstream media terikat
dengan jumlah halaman, durasi penayangan, atau durasi penyiaran. Pemilihan
terhadap peristiwa atau isu tertentu, mutlak dilakukan karena terbatasnya
kemampuan wartawan mainstream media menjangkau semua lokasi pusat
berita. Sementara citizen journalism menawarkan perputaran tanpa batas.
Tak ada halaman yang mengikat, atau pun durasi yang memusingkan kepala redaksi.
Pemberitaannya dapat diakses di masa aja dan kapan saja.
Pada sisi lain, kondisi masyarakat kita yang kurang
menyadari terhadap konsep dalam melakukan lompatan dan percepatan penerapan
teknologi informasi tersebut membuat potensi media belum secara optimal
berfungsi. Bukan hanya soal minimnya penetrasi infrastruktur internet ke
lapisan masyarakat, melainkan juga disebabkan oleh ketidakmapuan sumber daya
masyarakat kita dalam mengadaptasi perubahan yang cepat.
“Dari sisi efek terhadap keberlangsungan sebuah
proses pelaporan berita dalam blog, masyarakat belum begitu bagus—dalam
arti keefektivitasan berita itu terasa—tapi dalam sebuah proses komunikasi
massa, isu yang dimunculkan oleh jurnalisme warga lewat blog itu sudah
mulai dirasakan terutama ketika sudah diakukan oleh media massa,” kata
Septiawan.
Pakar ilmu komunikasi Universitas Indonesia Dedy Nur
Hidayat tidak melihat kehadiran blog sebagai ancaman serius bagi media
massa kini. Juga belum bisa disebut tantangan konvensional yang sekarang ini
ada. Blog, situs pribadi atau mailing list hanya efektif dalam
kasus tertentu untuk sumber alternatif yang luput dari pengamatan media massa.
Hal senada diungkapkan Septiawan Santana, “Kalau
pesaingan, saya kira, bukan wilayahnya. Itu bukan soal pertempuran karena
masing-masing punya racikan sendiri, punya produk, punya kualitas, dan punya
karakteristik tersendiri. Apakah hasil dari jurnalisme warga lebih bagus
daripada hasil jurnalisme media massa yang terlembaga? Belum tentu. Tapi juga
apakah produk dari media massa lebih bagus dari jurnalisme warga? Belum tentu
juga. Masing-masing punya karakter.”
Citizen journalism tidak
hadir sebagai saingan, tapi sebagai alternatif. yang memperkaya pilihan dan
referensi. Berita tidak lagi dilihat sebagai produk yang didominasi wartawan
dan institusi pers. Masyarakat biasa seharusnya masuk dalam ekosistem media
sebagai unsur yang aktif berinteraksi.
Johnny berpendapat bahwa adanya citizen
journalism ini bukanlah ancaman bagi media massa konvensional. Media massa
konvensional kita beradaptasi terhadap situasi. Masyarakat harus
melihat secara kredibilitas berita itu. Corak baru media massa ini menambah
khasanah terhadap jurnalisme yang ada selama ini yang mungkin dianggap kaku.
“Hal itu wajar karena modernisasi informasi itu
memang nanti akan menjadi paperless. Nanti tidak akan lagi menggunakan
kertas sehingga informasi itu sudah tercakup di dalam blog-blog itu nanti
sehingga melalui handphone, kita dapat mengakses semua berita, tanpa
mendengarkan radio, tanpa membaca di koran, ya kadang2 kita hanya selintas di
tc dan kadang2 itu juga gak perlu jadi memang era multidimensi dari informasi
itu nanti lewat blog , langsung ke hp kita,” kata Johnny.
Johnny menambahkan, hal itu tidak menjadi ancaman bagi
Antara karena kantor berita ini akan tetap akan menjadi sumber
inspirasi untuk semua media. “Jadi itulah pedoman kita, we go on same right
direction, but we have diferrent way. Jadi, nggak mungkin berbenturan.”
Dekan Fikom Unpad Deddy Mulyana berpendapat, “Saya
kehadiran jurnalisme warga ini akan mengurangi eksistensi media massa karena
masing-masing punya keistimewan, keunikan, karakteristik sendiri-sendiri.
Mungkin untuk sementara waktu terjadi booming jurnalisme warga yang berakibat
pada penurunan keinginan warga untuk berlangganan, tapi saya rasa itu hanya
untuk beberapa waktu saja. Pada akhirnya masing-masing punya kelebihan.”
Kelemahan Citizen Journalism
Masalah yang dihadapi dari munculnya citizen
journalism adalah citizen journalist hanya eksis di beberapa blog
saja. Kenyataannya bisa dilihat dari empat kategori citizen journalism:
1) citizen journalist adalah orang yang memiliki kamera digital atau
kamera ponsel dan menyunting karya mereka, seperti peristiwa utama (tsunami,
bom di London) atau kecelakaan mobil, ke organisasi berita; 2) citizen
journalist adalah orang yang ingin menemukan komunitas lokal atau cybercommunity
dan memproduksi tulisan tentang komunitasnya; 3) citizen journalist adalah
orang yang mengkritisi dan mengampanyekan sebab-sebab politik; 4) citizen
journalism adalah orang yang berpartisipasi ke dalam sebuah “percakapan”
dengan para jurnalis profesional dan para pemilik blog.
Tidak ada yang meragukan bahwa sesuatu yang baru
telah muncul dan kantor berita tradisional harus setuju dengan citizen
journalist. Akan tetapi, esensi citizen journalism telah
menggantikan jurnalisme tradisional yang dianggap mati.
Para citizen journalist adalah bagian dari
keluarga. Dan perbedaannya terletak pada sebutan yang diberikan kepada mereka,
yaitu “intelegensi kolektif”. Bagi seorang jurnalis, kantor berita adalah
ekspresi intelegensi kolektif dengan hubungan horizontal antara kolega, tetapu
juga memiliki hubungan vertikal dengan editor. (editorsweblog.org, 29 Desember
2005)
Ada juga yang mempertanyakan bagaimana
mempertanggungjawabkan kebenaran informasi yang ditulis oleh orang biasa?
Bagaimana jurnalisme publik bisa dipercaya? Bagaimana mengelola
kredibilitas? Terkadang kita tidak bisa memastikan kebenaran informasi
yang berasal dari citizen journalist. Kita tidak bisa percaya begitu
saja kepada karya mereka. Ada fungsi jurnalisme yang hilang dan konsep citizen
journalis, yaitu verifikasi. Siapa saja bisa mengirmkan karya
jurnalistiknya tanpa melalui proses verifikasi.
Kelebihan Citizen Journalism
Siapa yang diuntungkan? Banyak orang yang merasa
tidak bisa menggunakan blog, karena mereka merasa tidak akrab dengan Informasi
Teknologi (IT). Padahal, isi dari blog tidak adanya hubungannya dnegan
IT. Setiap orang dapat menulis apapun. Inilah hal yang penting bagi masyarakat,
bahwa mereka disajikan beragam piliham untuk dipiih. Di sini juga lah letak
keindahan citizen journalism, semuanya dikembalikan pada masyarakat.
Perkembangan teknologi informasi juga mengubah
hakekat media. Dengan internet, kini berkembang situs-situs lembaga maupun
pribadi. Selain itu, berkembang juga weblog atau blog, di mana
setiap orang bisa melaporkan peristiwa di sekelilingnya, atau paling tidak,
melaporkan gagasannya kepada publik. Dengan demikian, kalau dulu media
didirikan oleh lembaga, atau individu yang mempunyai uang dan kekuasaan (power),
kini setiap individu bisa membuat media. Karena itu, di zaman internet ini,
setiap individu juga adalah media.
Kalau ditanya siapa secara politis siapa yang dapat
keuntungan dari blog, maka keuntungan ini bisa kita kategorikan menjadi 3 hal:
finansial, sikap politis, dan keuntungan dari sisi negatif. Untuk keuntungan
finansial mungkin agak sulit karena blog pada dasarnya tidak ada aspek
komersil, akan tetapi keuntungan itu dalam bentuk lain yaitu publisitas. Kalau
keuntungan dari sisi negatif, maksudnya adalah orang-orang yang ingin mengacau,
bisa saja melakukan hal tersbut.
Kadang-kadang ada orang yang menulis di blognya dan
mengutip blog orang lain tanpa menyebut sumber kutipannya. Bagaimana seharusnya
sikap terhadap hal seperti ini? Bagi WW di dalam blog ada “fair exchange”, kita
bebas mengutip blog orang lain, dan orang lain bebas mengutip blog kita.
Apabila tidak disebut, tidak masalah juga. Kalau nama kita disebut, ya itu
keuntungan buat kita. (unitedcolorsofme.com, 11 Oktober 2006)
Sumber:
1. Kumpulan Tulisan dalam Mengamati Fenomena
Citizen Journalism
- “Komunikasi di Era Digital, Paradigma Baru Bermedia” oleh Haryati
- “Citizen Journalism sebagai Ruang Publik (Studi Literatur untuk Menempatkan Citizen Journalism berdasarkan Teori Jurnalistik dan Maistream Media) oleh Dida Dirgahayu
- “Citizen Journalism sebagai Media Pemberdayaan Warga” oleh Pandan Yudhapramesthi
2. Narasumber
- Prof. Deddy Mulyana, Pakar Komunikasi dan Dekan Fikom Unpad
- Septiawan Santana, Akademisi dan Penulis Buku
- Johnny Tarigan, Kepala Biro Kantor Berita Antara Bandung
- Wimar Witoelar, blogger dan pengamat media
- Wage Nugraha. blogger www.validasi.wordpress.com
Posting Komentar